ADA APA DENGAN EKONOMI SYARIAH?

Oleh : Dr Yusuf Abdullah, SE., MM

 

Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (mua’malah), dimana ajaran Islam yang membahas tentang ekonomi sangat banyak, baik dalam Al-quran, Sunnah, maupun ijtihad para ulama, hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar, salah satu ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah, ayat yang terpanjang dimaksud adalah ayat 282 dalam surat Al-Baqarah, yang menurut Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52 hukum/malasah ekonomi.

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh C.C. Torrey dalam The Commercial Theological Term in the Quran yang menjelaskan bahwa Alquran telah memakai 19 terminologi ekonomi dan bisnis. Ungkapan tersebut mengalami pengulangan sebanyak 720 kali. Ke-dua puluh terminologi ekonomi dan bisnis yang dimaksud, yakni:

  1. Tijarah,
  2. Bai’,
  3. Isytara,
  4. Dain (Tadayan),
  5. Rizq,
  6. Riba,
  7. Dinar,
  8. Dirham,
  9. Qismah
  10. Dharb/mudharabah,
  11. Syirkah,
  12. Rahn,
  13. Ijarah/Ujrah,
  14. Amwal,
  15. Fadhlillah
  16. Akad/’Ukud
  17. Mizan (timbangan) dalam perdagangan,
  18. Kail (takaran) dalam perdagangan,
  19. Waraq (mata uang).

Dari informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa sebegitu besarnya penekanan dan perhatian Islam pada masalah ekonomi, oleh karenanya tidak mengherankan bila ribuan kitab Islam membahas konsep ekonomi Islam.

Kitab-kitab fikih senantiasa tak lepas dari pembahasan topik-topik muamalah, antara lain: mudharabah, musyarakah, musahamah, murabahah, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, kafalah, jialah, ba’i salam, istisna’, riba, dan ratusan konsep muamalah lainnya, selain dalam kitab-kitab fikih, terdapat karya-karya ulama klasik yang sangat melimpah dan secara luas membahas konsep dan ilmu ekonomi Islam. Singkatnya, kajian-kajian ekonomi Islam yang dilakukan para ulama Islam klasik sangat melimpah.

Nah, disini terlihat begitu hebatnya gambaran maju dan berkembangnya ekonomi Islam di masa lalu, akan tetapi yang sangat disesalkan bahwa dalam waktu yang relatif panjang itu yakni sejak sekitar 7 abad (sejak abad 13 s/d abad 20), ajaran-ajaran Islam tentang ekonomi ditelantarkan dan diabaikan kaum muslimin, akibatnya ekonomi Islam terbenam dalam ukiran sejarah dan relatif mengalami kebekuan (stagnan).

Dampak selanjutnya, ummat Islam tertinggal dan terpuruk dalam bidang ekonomi, sehingga situasi tersebut dimanfaatkan oleh kolonialisme barat dengan mendesakkan dan mengajarkan doktrin-doktrin ekonomi ribawi (kapitalisme), khususnya sejak abad 18 sampai dengan abad 20, proses tersebut berlangsung lama dan semakin mengkristal, sehingga paradigma dan sibghah ummat Islam menjadi terbiasa dengan sistem kapitalisme dan malah sistem, konsep dan teori-teori itu menjadi berkarat dalam pemikiran umat Islam.

Sebagai konsekuensinya, ketika ajaran ekonomi Islam ditawarkan kembali kepada ummat Islam, mereka melakukan penolakan, karena dalam fikirannya telah mengkristal pemikiran ekonomi ribawi, pemikiran ekonomi kapitalisme. Padahal ekonomi syari’ah adalah ajaran Islam yang harus diikuti dan diamalkan, sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam Al-Quran. Firman Allah tersebut terdapat dalam surat Al-Jatsiyah ayat 18 :

”Kemudian kami jadikan bagi kamu sebuah syari’ah, maka ikutilah syariah itu, dan jangan kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.

Kesadaran umat Islam baru muncul sejak tiga dasawarsa menjelang abad 21, dengan mengembangkan kembali kajian ekonomi syari’ah, ajaran Islam tentang ekonomi kembali mendapat perhatian serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, dimana pada era tersebut lahir dan muncul para ahli ekonomi syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang mu’amalah.

Sebagai realisasi dari ekonomi syariah, maka sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank (IDB) di Jeddah. Setelah itu, di berbagai negara, baik negeri-negeri muslim maupun bukan, berkembang pula lembaga-lembaga keuangan syariah.

Dalam bentuk kajian akademis, banyak perguruan tinggi di Barat dan di Timur Tengah yang mengembangkan kajian ekonomi Islam, diantaranya, Universitas Loughborough Universitas Wales-Inggris, Universitas Lampeter di Inggris, demikian pula Harvard School of Law, (AS), Universitas Durhem, Universitas Wolongong Australia, serta lembaga populer di Amerika Serikat, antara lain Islamic Society of North America (ISNA). Kini Harvard University sebagai universitas paling terkemuka di dunia, setiap tahun menyelenggarakan Harvard University Forum yang membahas tentang ekonomi Islam.

Di Indonesia, bank Islam baru hadir pada tahun 1992, yaitu dengan dibentuknya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Sampai tahun 1998, Bank Mualamat masih menjadi pemain tunggal dalam industri perbankan syari’ah di Indonesia, ditambah kurang lebih seratusan BPR Syari’ah. Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang membuat bank-bank konvensional yang saat itu berjumlah 240 bank mengalami negative spread yang berakibat pada likuidasi, kecuali bank Islam.

Oleh karena itulah, untuk lebih mengembangkan peran ekonomi Islam, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, untuk kemudian dipertajam dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang di dalamnya diatur dengan rinci landasan hukum, serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank-bank syari`ah.

Semoga dengan hijrahnya berbagai lembaga ekonomi dan keuangan Islam tersebut akan membawa berkah untuk kemaslahatan umum (almaslahattul ammah), Insya Alloh.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *